Sementara Widi Pangestu adalah seorang perupa perintis Indonesia yang karyanya dicirikan oleh penggunaan dan eksplorasi pembuatan kertas dalam praktik artistiknya. Sepanjang kariernya, ia berfokus pada kertas sebagai media utama untuk produksi dan refleksinya, meneliti dan bereksperimen dengan kemungkinannya sebagai sarana untuk menciptakan makna.
“Di Indonesia sendiri sulit untuk mengidentifikasi bahan untuk dijadikan kertas karena Indonesia punya banyak tanaman yang bisa dimanfaatkan. Jadi saya mencoba membawa jenis kertas murbei yang dibawa sebagai identitas Indonesia dalam pembuatan kertasnya,” ungkap Widi saat konferensi pers.
Sementara itu, Widi sendiri melihat potensi kertas di luar fungsi historis dan tradisionalnya sebagai media untuk menulis dan melukis. Baginya, pembuatan kertas menawarkan hubungan yang unik dan abadi yang membentang dari masa lalu hingga masa kini, danbahkan ke masa depan.
Karya-karya seninya yang unik mengeksplorasi hubungan dan pengalaman manusia melalui perkembangan pembuatan kertas. Hal inilah yang membuat Widi mendapat kesempatan kolaborasi dengan seniman Qatar.
Kertas ini terus-menerus sepanjang sejarah “Dialogue of Papers” diluncurkan sebagai proyek warisan dari Year of Culture Qatar-Japan, sebuah pameran yang diselenggarakan untuk menandai 50 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara.
Pameran berulang ini kini telah menjadi salah satu acara tahunan utama inisiatif ini sebagai residensi bagi seniman internasional dari negara-negara mitra.
Years of Culture didirikan pada tahun 2012 oleh Sheikha Al Mayassa binti Hamad bin Khalifa Al Thaniuntuk mempromosikan saling pengertian, pengakuan, dan apresiasi antara Qatar dan dunia. Sejak saat itu, program Years of Culture telah sangat sukses dalam misinya, bermitra dengan Inggris, Brasil, Jerman,Turki, India, Prancis, dan negara-negara lain selama satu dekade terakhir.